Paijo: Atau, jangan-jangan bangunan konsep revolusi industri itu adalah projek ilmuwan/insinyur untuk mendakwa bahwa mereka penting?Karyo: Bisa jadi, Jo.
![]() |
sumber: ini |
Lihat gambar di atas, penciri revolusi industri 1 sampai 4, terkait dengan teknologi. Mulai dari mesin uap, listrik dan produksi massal, IT dan saat ini cyber.
Karya para insinyur memang mengubah. Namun, ada yang terlewat. Mereka melupakan dampak yang akan terlihat setelah terakumulasi sekian tahun.
Misalnya pada karya berbentuk plastik kresek atau semacamnya.
Plastik, pada saat awalnya muncul dan ditemukan teknologi penciptaannya, pasti dianggap sebagai capaian gemilang. Keberhasilannya dirayakan dengan suka cita. Setelah ditemukan, melalui bentuk plastik pada umumnya, manusia dapat memiliki bungkus yang sangat elastis, dapat dipakai untuk membawa apapun, dalam bentuk dan ukuran yang beragam, dan tentu saja murah. Mereka pun bergembira.
Saking murahnya, plastik selalu disediakan oleh para pedagang sebagai bentuk peningkatan kualitas layanan. Pembeli otomatis akan dapat plastik saat membeli barang.
Namun siapa sangka, sekian puluh tahun kemudian plastik menjadi masalah.
Plastik yang awalnya jadi capaian gemilang, kini menjadi musuh dan dimusuhi. Bahkan, orang yang berhasil menjaga jarak sejauh-jauhnya dengan plastik, dianggap berprestasi dan berkontribusi pada keberlanjutan bumi. Ironis.
Pendek kata, di balik capaian gemilang para ilmuwan yang berhasil menciptakan plastik, ada keterlambatan kesadaran akan dampaknya.
Sebenarnya bukan hanya plastik. Namun juga mobil, motor, pemanfaatan batu bara, dan lainnya lupa. Dampak buruknya dirasakan sekian puluh tahun kemudian. Kesadaran yang terlambat ini, kemudian memunculkan konsep perlambatan entropi, untuk mengurangi beban lingkungan.
Begitulah ilmuwan, mereka juga manusia biasa.
Kadang saya berfikir, kerusakan lingkungan merupakah anak haram dari perselingkuhan antara ilmuwan dan para pemilik modal.
Itu!
Atau, sebenarnya ketika kita pakai plastik.....
.......kita sedang memberi penghargaan, apresiasi para insinyur penemunya.
Itu (lagi)!
***
Lalu apa tanggung jawab intelektual ilmuwan pada plastik?
Kalau mereka bisa membuat, mereka harusnya juga bisa mengolah kembali apa yang dia buat. Melakukan rekayasa terbalik. Itu tanggung jawab intelektualnya. Ironi jika mereka justru menghindari yang dulu diciptakannya.
Masalah plastik seharusnya tidak selalu diarahkan pada para konsumen plastik. Tariklah ke hulunya! Produsennya! Dan juga ilmuwan yang menciptakannya. Pada mereka melekat tanggung jawab tentang permasalahan plastik. Bahkan tanggung jawabnya lebih besar dari konsumen yang menggunakannya.
Itu!
yang menjadi tambah pelik adalah ujung-ujungnya konflik kepentingan dan survivability. Itulah manusia :D
ReplyDeletepemikiran menarik, contoh nudah adalah seperti kegiatan penambangan..dulu belum terpikirkan bagaimana dampak dari pertambangan terhadap lingkungan secara fisik....yang lambat laun muncul teori/ilmu tentang reklamasi. Jadi intinya ilmuwan yg menciptakan, ilmuwan juga yg perlu membuat solusi dampak bukan dengan menghindari tapi menghadapi.
ReplyDelete