Friday, 24 March 2017

, , , , ,

Hati-hati masuk jurusan ilmu perpustakaan!!! #inpassing

Karto: "kowe nulis opo, Jo. Kok series temen?"
Paijo: "Inpassing, To. Menengo wae, iki tulisan seneng-seneng. Ojo lali bergembira, lan sik penting madhiang"

Jumlah tenaga fungsional umum, menurut slide ke-6 dari presentasi dari Perpusnas RI ada 37,68% atau sekitar 1,68 juta (sumber: http://www.pdii.lipi.go.id/materi-sosialisasi-inpassing-pustakawan-lipi-2017/). Pada keterangan slide ditulis, banyaknya tenaga JFU ini perlu dialihkan jabatan fungsional teknis, tentunya bagi yang memenuhi syarat. Ditambah kenyataan sulitnya mengangkat pustakawan baru, dijadikan alasan inpassing, khususnya ke tenaga pustakawan.

Karena saya tidak ada akses ke data, maka saya tidak dapat mengomentarinya.

Untuk kategori terampil, syarat inpassing  minimal SLTA, paling rendah II/b, punya pengalaman bekeja di perpustakaan minimal 2 tahun, lolos uji kompetensi, dan memiliki minimal nilai BAIK dalam satu tahun terakhir. Untuk kategori keahlian, minimal S1, golongan III/a. Syarat lainnya sama dengan kategori terampil. Inpassing, tentunya dengan berbagai syaratnya, harus diketahui oleh para pustakawan, calon pustakawan, bahkan calon mahasiswa ilmu perpustakaan. 


Isu penting
Ada dua isu terkait inpassing. Pertama kesempatan kerja, yang kedua keluaran inpassing. Eh, ada satu lagi, “harga diri pustakawan”.

Inpassing, karena ini terkait PNS institusi pemerintah maka akan heboh terutama ketika terjadi di institusi pemerintah. Jika terjadinya di lingkungan swasta, intensitas kehebohan akan lebih kecil, bahkan tidak ada. Di swasta, ya suka-suka yang punya, dong. Mau alumni teknik, atau MIPA, karena sesuatu hal ditempatkan di perpustakaan, ya kewenangan pemilik dan pimpinannya.

Lain halnya jika itu terjadi di instansi negara. Heboh, pastinya. Kenapa? Karena mestinya kebijakan negara saling mendukung. Jika ada alumni ilmu perpustakaan dicetak oleh perguruan tinggi, maka mestinya juga diserap di lingkungan kerja yang sesuai. Lah, kalau institusi yang seharusnya menyerap alumni ilmu perpustakaan justru menaikjabatan-kan staf non ilmu perpustakaan, lah namanya ngoyo woro, tho? Alias mengurangi kesempatan kerja para alumni ilmu perpustakaan.

Output dari inpassing, menjadi isu kedua. Intinya: diragukan. “Aku kuliah patang tahun, bijine ya pas-pasan, kok sampeyan yang cukup bekerja di perpus rong tahun, iso dadi pustakawan?”. Begitulah kira-kira. Selorohan selanjutnya, “nek ngono, tak kursus wae, apa magang nang perpus rong tahun, ben dadi pustakawan”. Begitu katanya, itupun kira-kira saya.

Pendapat saya
Isu ketiga tentang harga diri pustakawan. Saya tidak tahu banyak tentang ini. Tentunya, penilaiannya akan beragam. Saya sendiri merasa, jika syarat minimal inpassing telah ditetapkan, berarti untuk jadi pustakawan (dari pandangan para pengambil kebijakan), cukup dengan syarat inpassing tersebut. Lalu apa gunanya kuliah ilmu perpustakaan?

Terkait isu output dari inpassing yang diragukan, menurut saya iya. Tentunya kualitas akan diragukan, namun juga tidak serta merta semua diragukan. Saya punya kawan, yang mengelola perpus karena pengalaman dan mengikuti pelatihan. Hasilnya, bagus menurut standard atau kebutuhan minimal institusi tersebut.

Sejauh mana pengambil kebijakan inpassing mampu menjamin kualitas minimal, dan bagaimana menjaga agar tetap berkualitas?

Isu lapangan kerja. Ini isu sensitif. Lapangan kerja, akan menjadi sensitive jika ada dua orang atau lebih yang merasa berhak atas sebuah pekerjaan. Jika satu pihak merasa berhak, dan satunya tidak berhak, maka akan baik-baik saja. Nah…

Kapan terjadi minimal dua pihak sama-sama merasa berhak, pada kasus inpassing ini?

Orang dengan JFU yang ingin pindah ke pustakawan di satu pihak (pertama). Pihak lainnya adalah alumni ilmu perpustakaan yang sudah lulus maupun belum lulus.

Menurut saya, biarkan saja pihak pertama. Lah mau digimanakan? Fokus saja pada pihak kedua. Pihak kedua diajak berfikir, bahwa hidup ini tidak sekedar pustakawan. Kuliah bukan sekedar untuk kerja, namun untuk mendapatkan “adab”. Masalah kerja, itu tidak harus jadi pustakawan. Banyak cara rejeki itu datang. “ojo kalah karo pitik”. Lembaga pendidikan ilmu perpustakaan juga jangan mengiming-imingi lapangan kerja pustakawan pada berbagai perpustakaan yang begitu luas, hanya karena belum tersedianya staf berlatar belakang ilmu perpustakaan pada sekolah atau berbagai institusi.

Fokus berikutnya, pada calon yang akan menjadi pihak kedua, yaitu alumni SMA/SMK tentang pilihannya pada jurusan ilmu perpustakaan. Sampaikan realita “perebutan” lahan kerja perpustakaan di Indonesia melalui inpassing ini, agar mereka tidak salah pilih, atau jika memilih, dilakukan secara sadar. Bukan karena iming-iming potensi kebutuhan pustakawan yang disodorkan oleh perguruan tinggi, sekedar untuk menggaet para calon pustakawan.


Di mana titik tekan yang harus diperhatikan?
Yang tertulis pada paragraph di atas, hanya sekelumit informasi pada slide tentang inpassing yang disampaikan salah satu pejabat perpusnas. Pustakawan atau calon pustakawan perlu meningkatkan kemampuan melihat sekeliling, siapakah yang berpotensi ikut inpassing, bagaimana  peluangnya, dan apa efeknya bagi pustakawan atau calon pustakawan.

Kemampuan melihat kondisi sekeliling menjadi penting. Siapa tahu, lingkungan sekolah atau instansi di sekeliling anda banyak tenaga fungsional umum yang tertarik menjadi pustakawan. Jika demikian, maka anda pantas gigit jari, jangan terlalu berharap mendapatkan status pustakawan pada instansi tersebut.

Karto: "cara melihat sekeliling, itu gimana, Jo?"Paijo: "ya, di analisis, ditanyakan, ono ora sik ngebet pindah fungsional pustakawan. Ngono, To."

Atau, jika anda siswa MA, maka anda perlu berfikir ulang untuk masuk di jurusan  ilmu perpustakaan. Kecuali, anda tidak terlalu berharap bekerja di perpustakaan (negeri); atau tujuan kuliah anda bukan untuk menjadi pustakawan lembaga negara.

Masalah rejeki, sudah di atur. Tentang kebijakan, pengambil kebijakan akan mempertanggung jawabkannya.


#hati-hati memilih jurusan perpustakaan
#pastikan bergembira
#singpentingmadhiang




Share:

1 comment:

  1. yang lulus tinngkat SLTA DISYARATKAN WAJIB sekolah minimal D II PERPUSTAKAAN

    ReplyDelete

Terimakasih, komentar akan kami moderasi