saya takut perpustakaan saya tidak dikunjungi..
saya takut koleksi saya tidak disentuh lagi oleh mahasiswa..
saya takut saya ndak lagi punya pekerjaan jika disediakan koleksi dijital..
saya takut SKP saya ndak terpenuhi jika koleksinya digital dan daring ...
![]() |
skema perpustakaan kreatif v.1 |
Jika dalam dunia akademik (universitas) dosen memiliki peran mengajar, meneliti dan mengabdi pada masyarakat, maka menurut saya pustakawan juga demikian. Mengajarnya pustakawan tidak = dosen, demikian pula meneliti dan mengabdinya pada masyarakat.
Peran berbeda namun saling melengkapi, yang menunjukkan bahwa keduanya merupakan profesi harus dibangun.
Yang umum dipahami adalah dosen mengajar mata kuliah tertentu. Selain mengajar, dosen juga mampu merekomendasikan buku dan mengetahui buku yang berkualitas untuk mata kuliahnya. Sementara itu pustakawan menyediakan koleksi tersebut secara fisik. Hanya menyediakan sajakah? atau sebenarnya dapat dioptimalkan lebih dari sekedar menyediakan-meminjamkan-mengembalikan? Seharusnya ada kerja kerja yang lebih berbobot dari pada kegiatan administratif.
Saya melihat sudah selayaknya pustakawan wajib memiliki (minimal) satu keterampilan dan pengetahuan yang khas untuk berhadapan langsung dengan mahasiswa dan membantu mereka dalam proses akademik. Keterampilan dan pengetahuan ini dapat digunakan oleh pustakawan khusus atau menempel pada peran tradisional pustakawan.
Membaca keadaan disekitar, merancang kegiatan agar berbagai isu dan ide pemustaka dapat lebih berkembang, menjadi pemantik diskusi, dan hal lainnya dapat dilaksanakan oleh pustakawan. Berat, tapi akan mengasyikkan.
Perpustakaan kreatif merupakan kombinasi antara layanan kreatif, dukungan teknologi kreatif dan kerjasama untuk menyelenggarakan kegiatan kreatif. Eh, kurang satu: tempatnya juga kreatif. Dengan perpustakaan dan pustakawan kreatif, maka ketakutan perpustakaan tidak dikunjungi pemustaka tidak lagi relevan lagi.
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih, komentar akan kami moderasi