Selamat membaca.., dan catat, bahwa anda boleh tidak setuju dengan pendapat atau tulisan saya ini,
Pimpinan dalam hal ini mengacu pada pejabat manajemen tertinggi pada sebuah institusi yang menaungi perpustakaan, atau di atas penanggungjawab/kepala perpustakaan.
Bagi yang dari ilmu perpustakaan, anggap sebagai tantangan
profesi. Pengalaman riil di atas tidak ada dalam bangku kuliah. Tunjukkan bahwa
kita memang pustakawan yang telah terdidik dan terlatih melalui pendidikan
kepustakawanan. Lakukan hal-hal lain, selain kegiatan rutin perpustakaan yang
telah dikenal secara umum. Kaitkan dengan misi organisasi induk, dan ambil
peran dalam mendukung misi tersebut.
Pimpinan dalam hal ini mengacu pada pejabat manajemen tertinggi pada sebuah institusi yang menaungi perpustakaan, atau di atas penanggungjawab/kepala perpustakaan.
Pimpinan yang
perhatian penuh
Pimpinan model ini, sepertinya jarang. Pimpinan model ini
bagus, namun jika tidak diimbangai dengan pustakawan yang mumpuni, maka tetap
saja tidak optimal. Bentuk perhatiannya dapat berupa seringnya datang ke
perpustakaan, menanyakan masalah dan kebutuhan, memberi anggaran untuk
pengembangan, membantu kebijakan pengembangan, membagi/memberi peran perpus
dalam rangka pengembangan institusi, memberi penghargaan pada pustakawan dan
lainnya. Pimpinan model ini ada dua kemungkinan: waktu luangnya banyak, atau
dia pandai membagi perhatian untuk unit-unit di bawahnya.
Perpustakaan itu
tempat menyimpan buku
Pandangan ini biasanya dimiliki oleh pimpinan yang
pendidikannya tidak tinggi-tinggi amat. Kalau toh pendidikannya tinggi, dia
hanya belajar di lingkungan terbatas. Bagi pimpinan yang berpendidikan tinggi di sekolah ternama,
namun memiliki pandangan seperti ini, biasanya disebabkan oleh kondisi
institusinya.
Pustakawan sebagai
penjaga buku, meminjamkan dan melayani pengembalian
Pandangan ini dimiliki oleh pimpinan yang hanya memandang
perpus sebagai tempat menyimpan buku. Pandangan ini berpengaruh pada penempatan
tenaga perpustakaan. Rotasi yang tidak kira-kira (?), kerap dilakukan, karena
dianggap siapapun bisa melakukan layanan pinjam-kembali. Pekerjaan
pinjam-kembali dianggap pekerjaan ringan, yang tidak perlu pendidikan tinggi.
Maka staf berijazah SMP, SMA kerap ditempatkan pada perpustakaan. Bahkan
perpustakaan ada juga yang dikelola staf yang nyambi dengan bagian lain.
Jika staf perpustakaan memiliki kemampuan lebih, dan
merupakan pustakawan fungsional yang tidak mungkin dipindah, maka
konsekuensinya dia akan ditambahi dengan pekerjaan lain. Fenomena ini
disebabkan karena pekerjaan yang dilakukan sebagai pustakawan dianggap terlalu
ringan, atau memang selama bekerja mencitrakan diri sebagai pengelola
perpustakaan yang pekerjaannya berpotensi dianggap remeh oleh orang lain.
Tidak adanya
perhatian pada perpustakaan
Tidak sedikit, pustakawan yang mengeluhkan perhatian
pimpinan kepada perpustakaan. Bentuknya macam-macam, mulai dari tidak atau
jarang berkunjung ke perpustakaan, jarang menanyakan kabar perpustakaan, tidak
memberi kejelasan tentang peran perpustakaan di institusinya, tidak memberi
kejelasan tentang status pengelola perpustakaan, dan lainnya.
Tentunya hal tersebut berefek negatif, namun jangan salah,
tetap ada sisi positifnya.
Jarangnya kunjungan pimpinan bisa dimaknai sebagai sebuah
kebebasan. Kreatifitas dapat dilakukan dengan bebas merdeka, tanpa tekanan.
Catat, bahwa kebebasan dan kemerdekaan ini hal yang mahal. Demikian juga dengan
beberapa bentuk tidak perhatiannya pimpinan lainnya di atas, justru memberi
keleluasaan kepada pengelola perpustakaan.
Pimpinan yang pasrah “bongkokan”
pada pustakawan
Pimpinan model ini, mempercayakan perpustakaan pada si
pustakawan. Biasanya tidak memiliki konsep jelas terhadap perpustakaan yang ada
di institusinya. Dia lebih sibuk mengurusi hal lain yang dianggap penting.
Skala prioritas berperan dalam hal ini. Dia juga dimungkinkan memberi
kepercayaan kepada pustakawan karena manganggap pustakawan mampu mengelola
perpustakaan, dengan pengembangan secara mandiri.
Pimpinan yang
menganggap “asal ada yang mengelola secara administratif dan bertanggungjawab”
Ini mirip dengan tipe sebelumnya, namun lebih parah. Karena
selain tidak memiliki konsep terhadap pengembangan perpustakaan di institusinya, dia mengganggap
perpustakaan sebagai pelengkap keberadaan institusi, untuk syarat akreditasi
dan semacamnya. Tipe ini ada yang sekaligus pasrah “bongkokan”, ada juga yang
memberi suntikan dana, meski minimal dengan konsep “asal perpustakaan jalan”.
-----
Selain masa lalu atau pengalaman pimpinan pada perpustakaan,
pandangan-pandangan di atas juga dapat dikuatkan oleh keadaan riil perpustakaan
saat ini. Maka pencitraan yang dilakukan pustakawan pada dirinya sendiri
sebagai pustakawan, serta untuk perpustakaannya menjadi penting. Pencitraan
yang dilakukan pada pemustaka, diharapkan akan berimbas pada pimpinan.
Saya yakin, ada pekerjaan/yang bisa dilakukan pustakawan, yang tidak bergantung pada perhatian pimpinan. Kadang, kita harus menempatkan pimpinan sebagai "yang lain".Menghadapi semua tipe pemimpin di atas, pustakawan harus selalu mengembangkan diri untuk pengembangan perpustakaannya. Khusus bagi pengelola perpustakaan yang bukan berijazah ilmu perpustakaan, khususnya lagi yang dari SMA ke bawah: lakukan saja kegiatan penyimpanan, peminjaman dan pengembalian, penataan dan kebersihan. Ini minimalnya, karena memang dimaklumi pendidikan anda bukan ilmu perpustakaan. Tetap jaga hubungan baik dengan pimpinan.

Pekerjaan pustakawan berbeda dengan staf administrasi lainnya. Ada unsur kemandirian yang menjadi ciri utamanya (menurut saya sih.. :)Selain itu, tetaplah bergembira, tidak usah ngersulo. Toh mau bagaimanapun juga, hidup hanya sekali, nikmati berbagai karakter pemimpin di atas dengan riang gembira. Tetap tertawa dan tidak ada salahnya anda menertawakan pimpinan anda, karena keunikan-keunikannya itu adalah bukti kekuasaan Tuhan. Serta #singpentingmadhyiang
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih, komentar akan kami moderasi