Poltak, sebagai pustakawan yang punya latar belkang pendidikan pustakawan baru saja menerapkan perangkat lunak aplikasi perpustakaan di perpustakaanya. Seperti biasanya, dia begitu bersemangat. Menurutnya ini adalah salah satu bentuk aktualisasi dirinya sebagai pustakawan, menerapkan apa yang dia bisa untuk kemajuan pustakawannya.
"Asem tenan kok kang, jane maksude ki piye to?" poltak curhat dengan bahasa jawa kepada teman Seniornya, karyo.
"Aku itu sudah belajar ilmu perpustakaan, sekarang aku mau menerapkan otomasi di perpustakaanku. Lha ini malah ada penyeragaman, harus memakai sistem otomasi tertentu." Lanjut Poltak.
"Lho emange kenapa to Tak?, bukannya itu bagus jadi semua bisa memakai software yang sama sehingga ada keseragaman?" kayo bertanya.
"Iya, memang bagus kalau ada keseragaman. Permasalahannya adalah bagaimana cara menyeragamkan itu. Apakah dengan cara main perintah, harus ini-itu dan seterusnya. Lha coba kamu lihat, di Indonesia ini, banyak perpustakaan yang berlomba-lomba membuat sistem sendiri-sendiri. Semua mengunggulkan sistemnya masing-masing. Ada yang dibiayai dengan duit negara. Lha coba, kalau yg bikin itu satu saja lalu di pake bareng-bareng, pasti lebih irit to kang.!" Poltak menjelaskan.
Terlihat, karyo menggut-manggut tanda mengerti.
..."Lha coba kamu lihat, di Indonesia ini, banyak perpustakaan yang berlomba-lomba membuat sistem sendiri-sendiri. Semua mengunggulkan sistemnya masing-masing. Ada yang dibiayai dengan duit negara. Lha coba, kalau yg bikin itu satu saja lalu di pake bareng-bareng, pasti lebih irit to kang.!"...
ReplyDelete..."banyak perpustakaan yang berlomba-lomba membuat sistem sendiri-sendiri"...
Menurut saya, adanya berbagai macam sistem yg dikembangkan oleh masing - masing perpustakaan
adalah buah dari kurangnya perhatian pemerintah yang berujung pada rancu-nya standar baku sistem perpustakaan. Ambil contoh dari proses katalogisasi, dari berbagai usaha untuk mengadopsi metode dari luar negeri semacam US Library of Congress - Marc Record, masih perlu banyak penyesuaian untuk bisa diterima dan digunakan di perpustakaan Indonesia. Penghargaan atas jerih payah penyusunan standar baku yg selama ini dilakukan (misal : INDOMARC) tidaklah berarti, jika tidak ada campur tangan pemerintah dalam hal penerapan kebijakan. Penerapan standar baku haruslah melingkupi semua aspek perpustakaan, sehingga menjadi acuan baik bagi perpustakaan, pengembang perangkat lunak perpustakaan, dan perusahaan pengembang perangkat keras untuk membangun sebuah sistem yang memiliki keseragaman "protokol". Keseragaman inilah yang dijadikan dasar bagi komunikasi antar sistem perpustakaan.
... "Semua mengunggulkan sistemnya masing-masing"...
Ketidakseragaman ini menjadi peluang bagi perusahaan pengembang sistem informasi perpustakaan untuk ikut andil dalam proses otomasi perpustakaan. Sadar atau tidak, perusahaan - perusahaan tersebut berperan dalam memajukan perpustakaan. Dalam proses pembangunan sistem, perusahaan dan perpustakaan
saling bahu - membahu untuk mewujudkan sistem yang ideal, dan implikasinya adalah ... "Semua mengunggulkan sistemnya masing-masing"...
..."Lha coba, kalau yg bikin itu satu saja lalu di pake bareng-bareng, pasti lebih irit to kang.!"..."
Perkembangan teknologi seringkali melangkah jauh di depan, meninggalkan bermacam hasrat dan tawaran mengiurkan bagi pengguna dan pengelola perpustakaan untuk segera menikmatinya, diluar konteks kebutuhan dasar bagi perpustakaan itu sendiri. Masing - masing pengembang menawarkan inovasi sistem yang menjadi unggulan, dan tentu saja sisi positifnya adalah memperkaya khasanah sistem informasi perpustakaan disamping mengurangi angka pengangguran intelektual :) Jadi menurut saya lagi), irit dalam hal tertentu tidaklah sesuai yang kita bayangkan.
amien.rakhmanto@ptpci.co.id