Friday, 27 February 2009

Kembalikan buku kami

Hari itu hari minggu, seperti biasanya, Poltak, Harjo dan Karyo, si Trio Pustakawan ini jalan-jalan pagi. Olahraga bersama, dengan mengajak keluarganya masing-masing tentunya. Disinilah keakraban terlihat diantara ketiga keluarga ini.

“Wah, setelah penat dengan kerjaan, akhirnya hari ini kita bisa santaiiiiiiiiiiiiii. Lomba lari yo!!” Harjo membuka pembicaraan.

“Ah, kau Mas Harjo. Sudah tua masih saja mengajak lomba lari, pasti kalah kau. Lebih baik kita jadi juri lomba lari anak-anak kita yang masih kecil ini, sekalian mengkader mereka. Siapa tahu nanti jadi atlet. Betul nggak?” Poltak menjawab tantangan Harjo.

“Oke, boleh juga itu” harjo dan Karyo setuju.

AKhirnya anak-anak mereka bersiap lomba lari. Semetara para istri juga sibuk membimbing anak-anak mereka. Disela-sela waktu, karyo, harjo dan Poltak terlibat pembicaraan.

“Ah, sebenarnya satu minggu ini aku agak kecewa dengan pekerjaanku. Ada ketidak puasan” Harjo kembali membuka pembicaraan.

“Kenapa kang?” karyo bertanya.
“Kalau dihitung aku sampai lupa, tapi ada beberapa pengguna perpustakaanku yang kecewa. Kecewa karena koleksi yang dia butuhkan tidak ketemu. Ketika aku telusur ternyata buku-buku itu dipinjam oleh bapak-bapak guru, dipakai oleh beliau.” Harjo menerangkan.

“Iya Mas, padahal para siswa sebenarnya punya hak juga untuk meminjam, bukankah mereka ini sekolah membayar, berarti koleksi perpustakaan itu juga bagian dari hak dia atas kewajiban dia membayar itu. Ya.. menurutku Mas Harjo memintanya saja, ditulis koleksi apa saja yang sedang dibutuhkan para siswa itu. Kemudian berikan kepada guru yang meminjam. Yang jelas, pakai cara yang baik dan sopan” Karyo memberi solusi.

“Dilema juga mas. Guru butuh untuk mengajar, siswa butuh untuk belajar. Sepertinya ini perlu kita pahamkan kepada mereka, para pengguna perpustakaan kita ini. Supaya ndak ada yang menang-menangan. Kadang bukan cuma guru yang minjam lama tidak dikembalikan. Siswa juga, karena merasa mampu membayar denda dia sengaja terlambat lama. Ya karena memang membutuhkan, punya uang untuk membayar denda, ya menang-menangan.” celetuk Poltak memecah suasana.

“Kita memang mesti arif dan bijaksana. Memperlakukan pengguna kita tanpa pembedaan, baik itu guru, siswa maupun karyawan. Kalau mereka terlambat ya didenda. Dan mekanisme denda justru harus kita terapkan ketat pada para guru, baru siswa” Poltak menyambung tanpa jeda.

“Lho kok malah guru dulu kang?” tanya Harjo.

“Lha kan guru itu diGUGU dan DITIRU, mestinya kan para guru ini dulu yang menjadi contoh. Baru siswanya” jawab Karyo menebak.

“Betul itu mas Karyo!!” Poltak menguatkan.

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih, komentar akan kami moderasi