Saturday, 1 March 2008

Nilai Esensial Perpustakaan ===> Oleh : Ana Nadhya Abrar

Lama saya tidak menulis sendiri, hingga harus comot sana sini untuk mengisi blog ini.... Gak papalah, sekalian buat arsip..

di ambil dari Kedaulatan Rakyat
29/02/2008 08:56:45 Hari itu, seorang Wakil Rektor sebuah Universitas Negeri di Yogyakarta memanggil kepala perpustakaan universitas tersebut. Dia lantas bertanya tentang jumlah uang yang bisa disumbangkan perpustakaan untuk universitas. Rupanya dia berhasrat agar perpustakaan bisa menghasilkan uang.
Mendengar pertanyaan sang wakil rektor, kepala perpustakaan itu bingung sesaat. Setelah itu, dia menjawab terus-terang bahwa perpustakaan tidak mungkin menghasilkan uang. “Perpustakaan hanya menghabiskan uang,” tambahnya.
Kita tidak mengerti apa yang terlintas dalam pikiran sang wakil rektor setelah mendengar jawaban kepala perpustakaan itu. Yang jelas, perpustakaan adalah sebuah proyek rugi dari segi uang. Tapi, manfaatnya sangat banyak buat peradaban manusia. Itulah sebabnya seluruh buku yang terbit di Amerika Serikat (AS) tercatat di Katalog Perpustakaan Kongres (Library of Congress Cataloging)nya. Lalu, apa sesungguhnya nilai esensial yang dimiliki perpustakaan?
Membuka Kesadaran
Seluruh mantan Presiden AS di zaman modern memiliki perpustakaan pribadi yang terbuka untuk umum. Perpustakaan tersebut disiapkan oleh negara. Tetapi, koleksinya disiapkan oleh mantan presiden yang bersangkutan. Maka kita mengenal Perpustakaan John F Kennedy, Perpustakaan Ronald Reagan dan sebagainya.
Perpustakaan pribadi mantan Presiden AS menyimpan banyak buku. Buku-buku tersebut ada yang dibeli secara pribadi, ada juga yang berupa sumbangan dan bahkan ada pula yang merupakan hadiah. Semuanya mendokumentasikan pengetahuan. Semakin banyak jumlah koleksi bukunya, semakin banyak pula pengetahuan yang tersimpan di perpustakaan itu.
Melalui perpustakaan pribadinya, mantan Presiden AS bisa memperdalam pengetahuannya. Setelah tidak lagi menjadi presiden, dia bisa mendalami pengetahuan di perpustakaan pribadinya. Dia bahkan bisa menemukan sesuatu yang kelak bisa disampaikannya kepada masyarakat. Itulah sebabnya seorang mantan Presiden AS tetap bisa mengikuti perkembangan zaman dan bahkan meresponsnya dengan tepat.
Kalau ditanyakan kepada pemerintah AS tentang alasan pembuatan perpustakaan pribadi mantan Presiden AS, tentu jawaban yang segera muncul adalah: untuk memberikan penghargaan kepada sang mantan presiden. Tetapi, mengapa harus perpustakaan? Bukankah banyak penghargaan lain? Jawaban yang masuk akal adalah, perpustakaan bisa menjadi sekolah hidup. Para pengunjungnya bisa belajar kapan saja di sana. Pembelajaran itu akan membuka kesadaran mereka tentang sebuah zaman, kekuatan bangsanya, perkembangan pengetahuan dan sebagainya. Semakin banyak orang yang memiliki kesadaran semacam ini semakin bermanfaat mereka buat kemajuan bangsa mereka.
Lalu, sudahkah pemerintah Indonesia membuatkan perpustakaan pribadi untuk mantan presidennya? Sepertinya belum. Perpustakaan pribadi yang dimiliki mantan Presiden RI adalah hasil kerja keras sang mantan presiden. Wajar kalau perpustakaan itu tertutup untuk umum. Akibatnya, masyarakat tidak tahu sejauh mana sebenarnya perpustakaan itu menyimpan pengetahuan. Lebih dari itu, masyarakat juga tidak mengerti minat mantan presiden tersebut terhadap pengetahuan.
Mengenal Potensi
Melalui buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan, kita bisa mengetahui bagaimana generasi pendahulu kita menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Sekalipun persoalan itu tergolong besar, toh mereka berhasil menyelesaikannya tanpa kekerasan. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengedepankan rasa kasih sayang.
Dalam buku-buku yang lain, kita juga bisa melihat bagaimana generasi pendahulu kita bekerja keras membangun negara ini. Mereka tidak cengeng dalam berkarya. Mereka tidak berhenti belajar demi menggapai cita-cita mereka. Lebih dari itu, mereka senantiasa mengasah kecerdasan mereka agar bisa memenangkan persaingan dengan sehat.
Semua petuah ini tentu saja membangkitkan kesadaran bahwa kita sebenarnya memiliki potensi untuk menyelesaikan persoalan secara damai. Kita pernah memiliki etos kerja yang kuat dan senantiasa berusaha demi memuaskan obsesi kita. Kenyataan ini tentu menjadikan kita bersemangat untuk meniru apa yang sudah dilakukan oleh generasi pendahulu kita. Kita pun sadar bahwa sebenarnya kita punya potensi untuk itu.
Menyadari bahwa perpustakaan bisa membangkitkan potensi masyarakat Irak, AS menghancurkan perpustakaan negara milik Irak. AS membumihanguskan semua perpustakaan Irak yang sebenarnya menyimpan karya besar peradaban Islam masa lampau. AS tidak ingin generasi mendatang Irak mengetahui persis potensi yang dimiliki bangsa mereka. Tegasnya, AS memutus mata rantai generasi lama dengan generasi baru Irak.
Bagaimana dengan Indonesia? Belum ada negara lain yang membumihanguskan perpustakaan milik bangsa Indonesia. Tetapi, perpustakaan kita tidak selalu terawat dengan baik. Tidak jarang perpustakaan kita berlokasi di tempat yang tidak strategis dan suasana di dalamnya tidak nyaman. Akibatnya, perpustakaan tersebut sepi pengunjung. Kalau sudah begini, bagaimana mungkin masyarakat bisa mengenali potensi bangsa ini?
Memperoleh Rujukan
Sesungguhnya kita tidak bisa berpendapat tanpa mengetahui pendapat orang lain. Pendapat kita, sekalipun berbeda dengan pendapat orang lain, dipicu oleh pendapat orang lain. Tetapi, tidak berarti bahwa kita harus menunggu pendapat orang lain dulu sebelum berpendapat. Pendapat kita hanya tidak pernah lahir begitu saja.
Keadaan seperti ini menyebabkan kita tidak pernah berhenti mencari rujukan. Kita akan merasa tidak percaya diri bila tidak memiliki rujukan dalam berpendapat. Kita bahkan akan disebut sombong bila tidak punya rujukan dalam berpendapat. Maka mencari rujukan menjadi semacam keniscayaan bagi manusia sebelum membuat keputusan.
Rujukan itu bisa kita peroleh melalui buku-buku yang disimpan di perpustakaan. Rujukan tersebut sangat luas. Bagi orang-orang yang sangat tekun, mereka bisa memperoleh rujukan yang sangat lengkap di perpustakaan. Bagi yang tidak, mereka juga bisa menemukan rujukan di perpustakaan. Tegasnya, mereka yang memang berniat mencari rujukan, perpustakaan memang tempatnya.
Bagi mereka yang menulis makalah, skripsi, laporan penelitian, rujukan menjadi sangat penting. Ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa pada akhir tulisan tersebut tertulis “daftar pustaka”. “Daftar pustaka” di sini tidak berarti nama-nama pustaka yang mereka kunjungi, melainkan daftar buku yang mereka pakai sebagai rujukan. Buku-buku ini bisa dibaca di perpustakaan.
Pentingnya perpustakaan sebagai tempat mencari rujukan disampaikan secara plastis oleh sebuah film berjudul “National Treasure: Book of Secrets” yang dibintangi oleh Nicolas Cage. Di film itu diceritakan, untuk memperoleh informasi tentang rujukan tentang kota yang hilang (lost city), Nicolas Cage harus menyandera Presiden AS. Dari Presiden AS inilah dia mengetahui rujukan yang dia cari ternyata tersimpan di Pustaka Kongres AS. Berdasarkan rujukan itulah dia kemudian berhasil menemukan kota yang hilang dan membersihkan nama kakek buyutnya yang dituduh sebagai pembunuh Abraham Lincoln. q - m. (3172-2008).
*) Ana Nadhya Abrar, Pengajar Fisipol UGM dan kandidat doktor dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Share:

1 comment:

  1. Bagus banget mas tulisannya....memang perpustakaan sekarang nyaris ga ada pengunjung, selain pelanggan tetapnya :P

    ReplyDelete

Terimakasih, komentar akan kami moderasi