Link terkait http://www.halalguide.info
Pengantar
Proses kehidupan manusia, mengantarkan manusia pada fase-fase dimana manusia mampu menghasilkan karya-karya monumental. Karya-karya agung manusia inilah, sebagai produk dari akal yang dikaruniakan oleh Allah swt. yang membedakan dengan berbagai makhluk lainnya. Sebagaimana kita ketahui, manusia hidup selalu bersinggungan dengan manusia lain. Sehingga saling melengkapi, saling mambantu, dan saling memberikan manfaat merupakan sebuah aktifitas yang tidak akan bisa dielakkan. Tentunya dalam kegiatan yang bermanfaat dan dalam kebaikan.
Sebagaimana firman Allah dalam Al Maidah ayat 2:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. “
Dalam kehidupan modern sekarang ini, banyak hal yang telah dihasilkan oleh ummat manusia, meneruskan apa yang telah dihasilkan oleh para ilmuan pada jaman dahulu. Ide, pemikiran dan berbagai bentuk alat banyak tercipta. Perkembangan teknologi maju demikian pesatnya. Pada perkembangannya, kemudian muncul ide untuk melindungi berbagai temuan dan ciptaan manusia. Ide ini kemudian dirangkum pada peraturan perundangan-undangan mengenai Hak Cipta dan Hak paten.
Hak Cipta, menurut Undang-undang Hak Cipta no 19 tahun 2002 adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak ekslusif adalah hak yang dimiliki oleh pemegangnya sehingga tidak ada orang lain yang memanfaatkan tanpa ijinnya.
Ide mengenai hak cipta dan perlindungan atas hak cipta berasal dari ideologi kapitalisme. Termasuk juga paten. Sangat bersemangatnya negara pendukung kapitalisme ini dalam mengurusi hak cipta maka mereka mendirikan WIPO (World Intelectual Properti Organization), yang menjaga dan mengontrol rekomendasi dan kesepakatan yang diratifikasi oleh banyak negara di berbagai belahan bumi. Tiap negara yang ingin masuk pada WTO maka negara tersebut harus membuat undang-undang yang mengatur hak cipta.
Hak cipta sebenarnya diawali dengan munculnya revolusi cetak, setelah ditemukannya mesin cetak. Penemuan mesin cetak memungkinkan orang dengan mudah menggandakan sebuah buku, dan akibatnya buku tersedia amat banyak di Eropa. Jenisnya pun mulai beragam. Di Inggris, pada awal tahun 1700an, pihak kerajaan mulai khawatir akan munculnya buku buku politik berbahaya. Untuk mengurangi risiko ini, pihak kerajaan memberikan monopoli kepada penerbit tertentu untuk menerbitkan materi penerbitan dan hak istimewa lain. Karena bergantung pada kemurahan kerajaan, penerbit pun hanya menerbitkan sesuatu yang tidak akan mengganggu pihak kerajaan. Sebaliknya, apabila ada penerbit lain yang diberi hak menerbitkan sebuah buku, penerbit itu sepakat untuk menghentikan persaingan terhadap buku sejenis. Perjanjian dua belah pihak itu merupakan bentuk awal copyright. Baru pada 1710 perjanjian itu disempurnakan oleh parlemen Inggris. Inilah bentuk copyright dalam pemahaman manusia modern sekarang, yaitu memberi pengarang hak istimewa untuk mengesahkan pencetakan atau cetak ulang suatu buku untuk beberapa tahun tertentu. Pada praktiknya di masa kini, pemilik copyright bisa pengarang, penerbit, dan kelak pewarisnya.
Pembahasan
Kepemilikan dalam Islam, diartikan sebagai ijin syari untuk memanfaatkan barang. Ijin syar'i ini antara lain waris, jualbeli, hadiah dan lain-lain. Dalam hal kekayaan intelektual/pemikiran yang belum ditulis dalam kertas, belum direkam dalam kaset itu merupakan hak kekayaan bagi pemiliknya. Ia boleh menjualnya atau mengajarkannya kepada orang lain, dan orang yang mendapatkannya dengan sebab yang dibenarkan oleh syariat, maka ia boleh mengelolanya tanpa terikat oleh pemilik pertama sesuai dengan syariat. Namun demikian orang kedua yang mendayagunakaan pemikiran tersebut tidak boleh mengaku bahwa karya intelektual itu adalah hasil dari pemikirannya. Ini tidak boleh karena merupakan kebohongan. Sehingga perlindungan atas hak kekayaan intelektual adalah perlindungan maknawi, yaitu penyandaran suatu karya pemikiran pada pemiliknya, bukan kulit atau wadah dari pemikiran itu yang berupa buku, kaset dan lain sebagainya.
Pemindahan kepemilikan dari si penemu kepada penerima (bisa jual beli, hibah dah hadiah) hanyalah satu kali. Menjual hak cipta, hak terbit beberapa kali tidak diperbolehkan menurut syariat. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama tidak berhak dimiliki oleh seseorang dan tidak boleh memonopolinya untuk kepentingan pribadi sebagai barang mubah dalam jual-beli yang senantiasa berpindah dari penjual kepada pembeli dengan imbalan harga.
Rosullullah bersabda:
“Janganlah menjual makanan hinggal kamu membeli dan membayarnya†(HR. Ahmad dan Nasai dari Hakim bin Hizam).
Para ulama terdahulu, setelah menyelesaikan karya maka karya mereka diganti dengan emas yang sama beratnya dengan benar karya/buku yang mereka hasilkan. Ini pernah dipraktikkan oleh khalifah Al Makmun kepada Hunain bin Ishak pada masa Daulah Abbasiyah.
Dalam khazanah Islam Rosul pernah bersabda bahwa Apabila manusia mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara..... salah satunya beliau sebutkan ilmu yang bermanfaat. Dari sini maka kita bisa garis bawahi bahwa kedudukan ilmu dalam islam sungguh sangat penting. Ilmu yang bisa bermanfaat bagi banyak orang itulah yang menjadi salah satu sebab bertambahnya amalan kita meskipun kita telah meninggal.
Dalam hadis yang lain Nabi bersabda “ Barang siapa yang mengerti suatu ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, maka Allah swt. akan mengikatnya dengan suatu kendali dari api neraka (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al Hakim dari Abu Hurairah ra.).
Jelas bahwa menyembunyikan ilmu adalah suatu hal yang terlarang dalam Islam.
Dalam tradisi keilmuan Islam, kekayaan intelektual lebih dititik beratkan pada kepuasan bathin dan iman. Kekayaan intelektual didedikasikan kepada kemaslahatan ummat, bukan untuk kepentingan pribadi saja.
Satu contoh menarik ada pada diri Imam Syafii. Beliau mengatakan “Tidak pernah terbesit dalam hatiku agar seseorang bersalah bila berdiskusi denganku, malah aku menginginkan agar semua ilmu yang aku miliki juga dimiliki oleh semua orang tanpa menyebut namakuâ€. Dalam kesempatan lain dikala terbaring sakit, Sang Imam juga sempat menyebutkan buku-buku yang ditulisnya dan mengatakan “ Aku ingin semua orang membacanya tanpa mengaitkan dengan namakuâ€.
Contoh diatas merupakan contoh nyata bahwa dalam dunia Islam, materi bukan tujuan akhir. Tujuan akhir karya manusia adalah didedikasikan untuk ummat manusia dan untuk beribadah.
Ada beberapa fakta singkat yang dalam hal ini mempolitisir hak kekayaan intektual untuk kepentingan pribadi. Di Jepang, 45% perusahaan mendaftarkan paten dalam rangka mencegah pengembangan, pembuatan, dan penjualan produk sejenis; 41% perusahaan mendaftarkan paten untuk kepentingan defensif, yaitu paten terhadap teknologi-teknologi yang perusahaan tersebut sendiri tidak punya rencana untuk menggunakannya, tapi hanya ingin mencegah perusahaan lain agar tidak menggunakannya; 10% perusahaan mendaftarkan paten dengan harapan mendapat keuntungan dari pengaturan lisensinya. Pada 1996, Hitachi memperoleh pemasukan 455 juta dolar dari royalti paten. Pada tahun yang sama ia membayar 91 juta dolar untuk membayar lisensi paten. Jadi dari lisensi saja Hitachi sudah memperoleh keuntungan 364 juta dolar, yang menjadikannya perusahaan Jepang dengan pendapatan hasil paten terbesar. Nilai total aset paten di Jepang sendiri diperkirakan mencapai 29 triliun dolar.
Hal ini sangat kentara sekali, mamang khususnya Amerika serikat ternyata memiliki kekayaan dalam segmen intelektual ini menduduki peringkat paling tinggi, jadi wajar jika mereka ingin mempertahankannya. Sebagaimana terlihat dalam tabel berikut
Penjualan Luar Negeri/Ekspor untuk Industri Terpilih
2001 and 2002 (dalam milyar dolar AS)
INDUSTRY
PENJUALAN LUAR NEGERI/EKSPOR
INDUSTRY
2001
2002
Selected Core Copyright Industries
$88,28
$89,26
Chemicals and Related Products
$82,32
$83,59
Food and Live Animals
$41,17
$40,30
Motor Vehicles, Parts, and Accessories
$47,53
$50,36
Aircraft and Associated Equipment
$44,69
$43,88
Sumber Siwek (2004) dalam Adhi (2004)
Akhirnya korban terakhir adalah para negara berkembang. Mahalnya barang asli, yang tidak sebanding dengan kantong para penduduk negara miskin akan menghambat Research and Development, karena tidak ada bahan untuk itu. Hingga kemudian sangat sulit menghasilkan teknologi, yang akhirnya hanya akan menjadi pasar dari para pemegang modal atau para negara kapitalis.
Selain itu, penerapan HaKI, pada akhirnya memperlambat laju perkembangan informasi dan laju pertumbuhan ilmu pengetahuan. Informasi hanya akan menumpuk pada area tertentu yang otomatis didalamnya orang juga bisa mengembangkan teknosains. Hal ini sangat ironis. Kiranya kita juga perlu berfikir politis untuk mengahapi HaKI, selain dengan mengkaji HaKI secara lebih intens, kita juga bisa melihat bagaimana sejarah membuktikan bahwa di negara seperti Jepang, Korea, atau India pada awal awal pembentukan sebagai negeri industri berbasiskan teknologi dan ilmu pengetahuan, juga melakukan praktik pembajakan besar besaran terhadap seluruh produk Eropa dan Amerika, dan berupaya menyerap pengetahuan sebanyak mungkin, bagaimanapun caranya. Baru ketika negara itu memiliki dasar industri yang kuat, mereka bersama-sama duduk membenahi perjanjian hak cipta, royalti, dan paten.
Penutup
Pembahasan mengenai hak cipta khususnya dak hak atas kekayaan intelektual pada umumnya, tentu saja haruslah kita runut dari awal hak cipta itu muncul, kenapa dan siapa yang pertamakali memunculkan. Hak atas kekayaan intelektual sebagaimana kita ketahui bersama dimunculkan oleh kaum barat, yang tujuan utamanya adalah perlindungan dari pembajakan yang bisa berakibat fatak pada perekonomian negara-negara yang memang telah mapan secara materi. Penerapan hak cipta ini digunakan untuk memantapkan posisi mapan mereka.
Lain halnya dengan tradisi keilmuan Islam. Islam memandang dunia bukan hanya materi saja, namun juga ada aspek non materi. Aspek kepuasan bathin dan kebanggaan karena pengabdian kepada Allah dengan mengembangkan ilmu dan menyebarluaskannya untuk kemaslahatan ummat manusia menjadikan modal untuk mengganpai surgaNya. Konsep ini yang tidak dimiliki oleh kaum sekuler yang merupakan perumus dari hak atas kekayaan intelektual.
Oleh karena itu sudah seharusnya kita ummat terbaik ini, berpacu untuk menghasilkan yang terbaik dan di peruntukkan bagi kebaikan bersama, sebagai bentuk Rahmatan lil 'Alamiin.
Wallahu a'lam
Daftar Pustaka
Abu Fuad. 2003. 36 Soal-Jawab tentang ekonomi Politik dan Dakwah Islam. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah
Anwar Cholid. Copyright: begitu banyak aspek yang harus diperhatikan. Dalam www.mizan.com akses 17 Desember 2005 pukul 07:21
Abdurrahman al Bagdadi. 1996. Sistem pendidikan dimasa khilafah Islam. Bangil: Al Izzah
Yang Jatuh dimata Imam Syafii. Dalam majalah Islamia tahun II no 6 Juli-September 2005.
M. Ramdhan Adhi.2006. Hak Kekayaan Intelektual: alat penjajahan baru ? Dalam http://hizbut-tahrir.or.id akses 1 september 2006
Raharjo, Budi. 2004. Perlukah Perlindungan HaKI bagi negara berkembang?. Dalam http://budi.insan.co.id/presentations/perlukah-haki.ppt akses 21 September 2006 pukul 07:18
Wah, bagus nih ulasannya... Tapi ada yang pengen ditanyain nih mas :) Kalo artikel ini kan lebih mengacu ke hak paten produk2 yang 'nyata' seperti obat2an, barang electronic, etc. Berlaku juga engga untuk aplikasi2 computer seperti Windows, Microsoft Office atau juga game computer? Jadi termasuk halal engga ya aplikasi2 bajakan itu yang sekarang beredar dipasaran?
ReplyDeleteBagaimanapun, HKI adalah hak. Hak kekayaan. Pembajakan sendiri bisa berarti mengambil yang bukan haknya (hak orang lain).
ReplyDeleteBagaimanapun juga, HKI adalah hak. Setiap orang yang memiliki HKI bebas menentukan karya yang ia buat apakah bebas digunakan atau tidak.
Karena pemikiran tadi, sebisa mungkin saya menghindari barang-barang bajakan. Mulai dari lagu, film, hingga program komputer. Terlebih, saya mencari nafkah dari komputer. Jika aplikasi yang saya pakai adalah hasil pembajakan (yang kata orang disamakan dengan mencuri), berarti rezeki saya patut dipertanyakan kehalalannya.
Sekali lagi, jika ada yang setuju, HKI adalah hak. Hak atas kekayaan, tapi bukan kekayaan materi.
Mohon koreksiannya jika keliru.