Candi Sambisari siang itu (19/8) tampak cerah. Nuansa peringatan kemerdekaan masih terasa. Tampak di kiri kanan jalan menuju candi masih terpasang rapi bendera merah-putih. Waktu belum masuk Zuhur. Sejumlah anak muda mondar-mandir di dalamnya. Beberapa sedang menggotong box besar, berisi buku dan alat permainan. Sementara lainnya membawa potongan bambu, spanduk, nampan, berbagai jenis dan ukuran kertas, serta soundsystem.
Ayo Dolanan: roadshow dolanan cilik-cilik’an, demikian judul acara yang hendak mereka gelar. Kegiatan ini dikoordinir oleh beberapa komunitas. Tas Pustaka, sebagai pegiat literasi yang setiap Sabtu hadir di Candi Sambisari menjadi motor penggeraknya. Bergabung pula Dolanan Anak Jogja, Artmosfir, Raja Egrang, Omah Kreatif, dan Perempuan Tatto Indonesia. Anak-anak yang hendak datang, tak perlu membayar. Mereka bisa main sepuasnya. Ya, tentunya ketika masuk candi harus membeli tiket.
Mas Unu, pegiat Tas Pustaka, memberitahu kegiatan ini sepekan lalu. Namun, pada hari yang sama ada kegiatan kampung pada pagi harinya. Sehingga setelah Ashar saya baru bisa bergabung. “RT 1 mas”, demikian saya sampaikan pada juru tiket. Sayapun bisa masuk, dan bergabung. Tampak anak-anak riuh bermain, membaca, dan membuat karya. Kegiatan dilakukan di sisi lor wetan alias timur laut candi. Pojok ini memang lebih teduh, terlindung dahan dan daun dari beberapa pohon besar. Satu bangunan saung, menjadikannya tempat favorit bermain anak-anak.
###
Ada beberapa kelompok dolanan. Di sisi paling utara ada kelompok mewarnai, di sampingnya ada yang menggunting kertas berpola kemudian melipatnya menjadi bentuk-bentuk menarik. Tampak seorang anak sedang memainkan hasil karyanya: sebuah miniatur pesawat terbang yang terbuat dari kardus, dan juga layang-layang. Di sisi timur ada banyak buku dengan berbagai tema anak-anak. Ada yang membaca sendirian, ada pula yang ditemani ibunya. Sementara pojok selatan anak-anak bermain lompat tali. Tali yang digunakan terbuat dari karet gelang disambung sedemikian rupa.
Sebelah barat terbagi beberapa tempat. Ada lokasi bermain Sundamanda dan gobag sodor. Pada kelompok gobag sodor, tampak anak-anak memperlihatkan kemahiran mereka berlari dan menghindari penjaga. Terdengar tawa riang dan senyum bangga ketika mampu melewati beberapa penjaga. Sementara pada garis Sundamanda, anak-anak mencoba melompat dan mendarat pada kotak-kotak yang tergambar, sesuai aturan.
Pada bagian tengah ada dua permainan. Tampak puluhan gasing tersedia, siap dimainkan. Gasing ini terbuat dari bambu, dibuat sedemikian rupa, dilengkapi seutas tali. Di antara gasing-gasing, terlihat beberapa mainan yo-yo. Banyak anak mencoba kedua mainan ini. Ada yang berhasil, ada pula yang harus mengulanginya beberapa kali agar berhasil. Sementara di sebelahnya, selembar tikar berisi beberapa alat permainan dakon. Anak-anak duduk manis memungut dan membagi isi dakon.
###
Ada puluhan anak hadir pada acara tersebut. Ada yang datang sendiri bagi yang rumahnya dekat. Namun juga ada yang diantar orang tuanya. Ada yang datang langsung bergabung, ada pula yang malu-malu dan harus dijemput lambaian tangan panitia agar mau bergabung.
“Mari kita pelajari lagi permainan jadul yang kita miliki”, demikian teriak Mbak Dewi, pembawa acara yang memandu acara sore itu. “Terimakasih pada orang tua yang sudah mengantarkan anaknya ke sini, dan terimakasih pula tidak menggunakan gadget selama acara ini. Kita usahakan selama acara berlangsung, anak-anak kita bebas dari gadget”, lanjutnya.
Benar, orang tua hanya menggunakan gadgetnya untuk mendokumentasikan polah lucu anaknya. Ketika main gasing, ketika menggambar, berjuang memperoleh point pada gobak sodor atau sunda manda. Atau tingkah lucu lainnya.
Area Dolanan Anak itu kembali bersih.
###
Benar, orang tua hanya menggunakan gadgetnya untuk mendokumentasikan polah lucu anaknya. Ketika main gasing, ketika menggambar, berjuang memperoleh point pada gobak sodor atau sunda manda. Atau tingkah lucu lainnya.
Pukul 16.30, dengan berat hati Mbak Dewi mengumumkan bahwa acara harus selesai. "Adik-adik, kita harus selesaikan acara ini, ya. Ketemu lagi lain waktu...", demikian katanya. Ijin memang diberikan hanya sampai 16.30. Selepas itu mereka harus membersihkan area, tentunya bersama-sama. Tidak boleh ada sampah berserakan, tikar dilipat, spanduk dilepas, tali yang mengikatnya diambil. Kertas berserakan dipunguti. Plastik hitam ukuran besar disediakan untuk mengumpulkan sampah, kemudian diletakkan di tempat sampah.
Area Dolanan Anak itu kembali bersih.
###
Bertebarannya mainan anak di sore itu, menjadi wadah mengembalikan anak pada dunianya. Mereka, anak-anak itu perlu merdeka dari intervensi hiburan orang tuanya. Meski hanya beberapa jam. “Permainan tradisional ini melatih kita untuk konsentrasi, lho”, nasihat panitia pada peserta. Tentunya, selain memiliki nilai-nilai kebaikan, anak-anak diajari (lagi) membuat mainan untuk dirinya. Diajari untuk menjadi produsen permainannya sendiri, bukan hanya menjadi konsumen.
Sore itu anak-anak bergembira dan merdeka dengan dunianya: dunia anak-anak. Mengembalikan mereka pada dunianya, merupakan usaha agar berkembang pada jalan yang semestinya. Mendapatkan mainan sesuai usianya, mendapatkan hiburan juga sesuai usianya. Sore itu pula, mereka, anak-anak itu mengenal teman-teman barunya. Mereka belajar berinteraksi, sekaligus saling menghargai.
###
Angkat topi, untuk teman-teman pegiat Dolanan Anak di sore tadi. Bawalah mainan dolanan itu, ke manapun, dan sampaikan pada semuanya, bahwa nenek moyang kita sejak dulu punya kreatifitas adilihung untuk mendidik anak-anaknya.
Baca juga: Tas Pustaka dan geliat literasi di Candi Sambisari
Baca juga: Tas Pustaka dan geliat literasi di Candi Sambisari
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih, komentar akan kami moderasi