Selasa, 13 September 2016, saya mengikuti diskusi tentang menulis
ilmiah populer. Pemantik diskusinya adalah I Made Andi Arsana, dosen
Teknik Geodesi UGM. Beberapa kutipan saya peroleh, dan, seperti
biasanya saya bawa kutipan tersebut ke ranah yang saya geluti,
perpustakaan.
#memposisikan diri menjadi orang awam, ketika kita hendak
mengantarkan bidang ilmu kita
Saya melihat, dunia tulis menulis, saat ini cukup populer bagi para pustakawan. Buku-buku terkait perpustakaan, khususnya yang populer banyak yang telah terbit. Ada kelas menulis pustakawan, blog pustakawan, tulisan di berbagai media massa tentang perpustakaan, dan semacamnya. Namun, untuk yang sifatnya ilmiah (keilmuan) yang disusun dengan bahasa populer, menurut saya masih perlu diperbanyak.
Masih sedikit tulisan populer bidang ilmu perpustakaan
(khususnya para akademisi) yang menarik dibaca namun tetap punya
bobot keilmuwan atau kemanfaatan bagi para praktisi. Dulu saya
menemukan iperpin, yang ditulis oleh Pak Putu. Tulisan Pak Putu di
blog tersebut, saya yakin ditulis dengan seruis, dangan tata bahasa
yang apik agar mudah dipahami. Saking senengnya, sampai saya unduh
menggunakan web copier, agar bisa saya urai dan baca setiap saya
butuh, tanpa harus terkoneksi internet.
Menulis bidang kepustakawan untuk orang awam, juga bentuk promosi ilmu perpustakaan (dan informasi).
Jika dilihat, sebenarnya banyak ilmuwan bidang perpustakaan, namun
dibutuhkan pula yang mampu membahasakan ilmu perpustakaan (dan
informasi) lebih membumi dan menyajikan point jelas tentang apa yang
harus dilakukan oleh pustakawan. Atau menurunkan teori ilmu
perpustakaan (dan informasi) dalam bahasa yang renyah, dan tulisan
yang mudah diakses.
Belum lagi, jika pembacanya adalah bukan pustakawan, atau tidak
memiliki pendidikan ilmu perpustakaan. Mungkin, akan lebih menarik
lagi jika ilmu perpustakaan dapat dihantarkan kepada orang awam, atau
siswa yang potensial jadi mahasiswa dengan bahasa awam, populer agar
lebih mengena.
jangan sampai, justru banyak tulisan populer kepustakawanan oleh orang yang tidak berlatar belakang ilmu perpustakaan?
#menganalisis isu populer dengan ilmu kita
Perpustakaan masih dirasa dipinggirkan, namun para pustakawan
berontak dan menyatakan bahwa perpustakaan itu penting. Teriakan
“kami penting”, atau “perpustakaan itu penting”, tidak akan
ada artinya jika tidak dibuktikan dengan kontribusi. Perpustakaan,
banyak diungkap selalu dihubungkan dengan bagaimana informasi itu
dikelola. Berbagai isu populer, jika ditelisik juga berkaitan dengan
informasi. Mampukan ilmu perpustakaan (dan informasi) ikut menelaah
dan memberi sudut pandang terkait berbagai masalah yang ada saat ini?
Memang, tidak semuanya bisa dianalisis dengan ilmu
perpustakaan dan informasi. Namun, setidaknya yang bisa ditelisik
dengan IPI, itulah lahan garapan untuk berperan/berkontribusi pada
isu/masalah sekitar.
jangan sampai pegiat yang bukan berlatar belakang ilmu perpustakaan, lebih peduli dengan perpustakaan.
#menulis populer, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban pada
penyandang dana
Menulis di jurnal adalah sebuah kebanggaan, namun menulis populer di
media selain jurnal juga memiliki kontribusi yang bernilai pula.
Mulai dari blog, opini koran, suara pembaca, dan berbagai rubrik
lainnya. Menulis populer dengan sasaran non pustakawan merupakan
salah satu bentuk pertanggungjawaban profesi pada khalayak ramai.
Apalagi bagi pustakawan yang digaji negara.
#yang dijual adalah bonusnya
Kutipan di atas sangat menarik menurut saya. “Handphone, saat ini
yang dijual bukan kemampuan SMS atau menelpon, namun kemampuannya
memotret dan juga kapasitas prosesornya sehingga nyaman untuk
berinternet”, begitu analogi dari Pak Andi. Kemampuan pustakawan
yang wajib dimiliki, mestinya juga bukan lagi nilai lebih jika ingin
promosi diri. Namun kemampuan non-kepustakawanan justru akan
mendongkrak nilai tawar pustakawan atau calon pustakawan. Pustakawan
yang mahir jadi MC, mahir stand-up comedy, mahir kaligrafi, mahir
menggambar kartun, menulis cerpen, justru nilai lebih tersendiri.
Apa yang sebaiknya dilakukan praktisi?
Dihadapkan pada berbagai istilah perkembangan bidang perpustakaan,
bagi praktisi, seperti ditempatkan pada ruang yang terjepit di empat
penjurunya. Pustakawan praktisi memang bukan akademisi (pendidik ilmu
perpustakaan). Di perguruan tinggi, pustakawan juga bukan seorang
civitas akademika.
“Belajar sepanjang hayat”, yang berlaku bagi siapapun, tentunya
juga berlaku bagi praktisi pustakawan. Penjabarannya sederhana:
belajar kapanpun, dimanapun, dari siapapun. Mencoba melakukan hal
baru, mencoba menguasai kemampuan baru, termasuk di dalamnya adalah
menulis populer agar khalayak ramai tahu apa itu perpustakaan, dan
apa itu ilmu perpustakaan dari sudut pandang yang paling shahih,
yaitu para pustakawan.
Apakah semua harus menulis populer? Tentunya kudu berbagi peran,
sasaran jurnal ilmiah level nasional, bahkan internasional juga kudu
dimainkan. Tergantung kita, para pustakawan, mau memilih jalan yang
mana.
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih, komentar akan kami moderasi