Saturday, 21 December 2024

Profil Riset Mbak Stella

Sedang populer nama Stella Christie di media sosial. Menyampaikan ini dan itu, tentang pendidikan tinggi di Indonesia. Termasuk di dalamnya tentang riset.

Dengan semangat keisengan yang tinggi, ya seperti biasanya lah, Paijo membuka kita suci para peneliti Indonesia: Scopus.

Meski kitab ini turun di benua lain, tapi di Indonesia cukup disucikan. Dakwah Scopus diterima dengan baik. Setidaknya oleh sebagian besar peneliti, dan didukung oleh majlis peneliti nasional.


Paijo menemukan nama Stella Christie di Scopus. Mbak Stella memiliki ID Scopus 24279360300. Selain di Scopus, Mbak Stella juga muncul di Scival dengan ID Customer/206003/Researcher/17671198.

Paijo memotret beberapa informasi dari Mbak Stella. Oia, ada Stella lain yang ada di Scopus namun oleh Paijo tidak ikut dianalisis. Stella itu afiliasinya ke University of Hertfordshire dengan 6 dokumen. 


profil di Scopus

Mbak Stella yang berafiliasi ke Tsinghua punya 23 dokumen di Scopus, dan h indeks 8 atau 34,7 % dari total publikasi. Artinya Stella 34.7% dari total publikasinya ada pada titik imbang antara kualitas dan produktifitas.

Publikasi berdasar tahun

Nah. Di atas gambar yang menunjukkan produktifitasnya dari tahun ke tahun. Sejak 2020 hingga 2024 terdapat 13 publikasi. Artinya 13/5 = 2.6 publikasi per tahun. Angka ini tergolong rendah jika dibanding dengan para peneliti Indonesia yang bertengger di papan atas Sinta. Namun, meski rendah, justru kualitasnya bisa tinggi.

Publikasi 2.6 per tahun, berarti rata-rata 4 bulan untuk 1 paper. Tentu ini mestinya lebih berkualitas dari pada yang hampir tiap bulan publikasi. Hehe.


Bagaimana dengan kolaborasinya?
Akun Scival Mbak Stella menunjukkan bahwa dari 23 papernya, 29% ditulis dengan skema kolaborasi internasional (antar negara). Paling banyak sih kolaborasi institusi. Selain itu ada 23% yang hanya single author. 




Menariknya, Scival menunjukkan tak ada publikasi yang menggambarkan kolaborasi akademic-coporate. 😊

patent di Scival


Pada menu paten, Scival tidak menemukan paten dari publikasi yang melekat pada profil Mbak Stella.

***********************

Nah, di bawah ini beberapa gambar yang diolah Paijo menggunakan Vosviewer, berdasar 23 dataset publikasi Mbak Stella. Namun, dari 23 ini tidak semuanya punya kata kunci.

Biblioshiny menunjukkan data di bawah ini.


Ada 9 publikasi yang datasetnya tidak memiliki keyword. Visualisasi dari data set tersebut adalah sebagai berikut.


Jika di tabelkan, kata kunci pada network di atas akan diketahui occurence dan kekuatan jejaringnya. Silakan lihat tabel di bawah ini.



Nah. Jika dilihat overlay-nya, akan kelihatan topik/kata kunci berdasar tahun munculnya. Lihat di bawah ini.



Kesimpulan
Tidak ada kesimpulan. Saya nulisnya sambil ngopi, dan posisi belum mandi. Apalagi kopinya sendirian, ndak ada camilannya. Jadi belum bisa bikin analisis.

Tafsir diserahkan pada sidang pembaca.


Sekian

21/12/2024
08.26

Wednesday, 18 December 2024

“Bibliometrik non-science”

SAYA TIDAK MENOLAK KEBUTUHAN UNTUK gulma, namun jika penyiangan yang dikonfirmasi oleh Bruce Farrar dan Bill Bailey (Sept., hal. 588-90) terus berlanjut, maka persahabatan tradisional antara pustakawan dan akademisi, donatur dan pelanggan akan menguap, dan tak ada satu pun pustakawan yang tidak tahu malu.

Bibliometrika bukanlah ilmu pasti. Ilmu pasti memerlukan kecanggihan yang lebih tinggi daripada aritmatika kelas delapan. Rak yang kosong lebih mahal bagi pembayar pajak daripada rak yang penuh sesak.

Selain itu, tidak semua buku dibuat sama, buku tidak menjadi usang dengan cara yang sama, dan sirkulasi dingin bukanlah satu-satunya kriteria untuk mengukur penggunaan buku.

Baik digunakan atau tidak, Penyair Inggris karya Chalmers (1810) dan banyak buku lainnya merupakan polis asuransi budaya, dan premi retensi harus dibayar baik buku tersebut beredar atau tidak. Sekali lagi, masyarakat perpustakaan terus berubah, dan di tengah irama kemunduran dan pembaruan serta gelombang etnis yang berurutan, perpustakaan umum harus menjadi pusat stabilitas sekaligus responsif dalam hal kemanusiaan yang positif. Setiap generasi harus membangun tambahan baru dan memasang balkon untuk menampung koleksi yang tak terelakkan bertambah.

Direktur perpustakaan haruslah seorang generalis dengan gelar Ph.D. tradisional serta pelatihan dalam bidang katalogisasi dan penggalangan dana; dan para pemegang gelar Ph.D. yang menganggur dalam bidang humaniora mungkin akan menjadi pustakawan yang lebih baik daripada kebanyakan lulusan sekolah perpustakaan karena mereka tahu apa yang ada di dalam buku.

Saya berharap Farrar mau membaca beberapa kritik Cooper dan mendapatkan salinan buku Waller dari West Virginia, Deep in the Hearts of Men (1924), untuk perpustakaannya. Bagaimanapun, moderasi ekstrem dalam penyiangan koleksi perpustakaan adalah suatu kebajikan. Itu bukan keburukan. Lebih baik tidak dibaca daripada mati.

J. WESLEY MILLER, Springfield, Mass.

https://www.jstor.org/stable/25629424





Sunday, 8 December 2024