Hadirnya Anies, bagi saya merupakan "penyeimbang" dari 3 tamu di tahun sebelumnya. Selain itu, hadirnya Anies sebagai bentuk komitmen dunia akademik untuk mendukung tumbuhnya sikap kritis dan peduli para mahasiswa baru. Namun demikian, diakui pula bahwa hadirnya Anies berpotensi mengundang komentar yang mengarah pada keberpihakan dan sarana promosi Anies untuk panggung (pilpres) 2029.
Terkait kemungkinan kedua, perlu dilihat dan dicek lagi konteksnya.
Pertama, kehadiran Anies di Pionir sebagai warga negara biasa, dan bukan juru kampanye. Anies hadir tidak membawa partai atau organisasi politik, melainkan membawa pengalaman yang lengkap, mulai bidang pergerakan, pendidikan, birokrasi, politik. Kehadiran Anies dan pengalamannya, justru merupakan bentuk keberpihakan Fakultas Teknik pada pentingnya menghadirkan berbagai perspektif dalam berkontribusi pada bangsa dan negara. Diperlukan tokoh yang mampu mengajak mahasiswa baru berpikir kritis, dan tidak membunuh argumen dengan otoritas. Anies punya kapasitas untuk itu.
Kedua, jika dipaksa dihubungkan dengan agenda politik, maka sesungguhnya semua tamu talkshow Pionir Kesatria punya kepentingan politik. Kita cek tamu-tamu sebelumnya: Ganjar yang saat itu gubernur Jawa Tengah, Basuki yang saat itu Menteri PUPR, Budi Karya yang saat itu Menteri Perhubungan; ketiganya merupakan pejabat politik, pejabat aktif di pemerintahan.
Basuki, saat menjadi pembicara talkshow tahun 2023 membawa materi yang erat dengan pembangunan infrastruktur. Berbagai pejabat di kementriannya dibawa dan beberapa dipanggil naik panggung. Ada unsur propaganda terkait program pemerintah untuk para mahasiswa.
Sebagai tambahan, ada catatan saya terkait hadirnya Basuki dan Budi Karya saat Pionir (PPSMB) tahun 2023 dan 2024: jogetan dan bagi-bagi uang. Bagi saya (maaf jika berbeda pendapat) dua hal ini cukup berjarak dari semangat intelektual kampus, apalagi obyeknya mahasiswa baru.
Dibanding dengan 3 pejabat politik sebelumnya, hadirnya Anies sebagai warga negara biasa—sekali lagi—menjadi penyeimbang. Tidak melulu mengundang pejabat pemerintah, melainkan ada genre atau mahzab lain untuk mempertimbangan pemateri talkshow.
Paling penting untuk dilihat, menurut saya, bukan siapa yang datang, melainkan seperti apa atmosfir yang terbentuk saat hadirnya tamu tersebut. Apakah bisa memantik sikap kritis, memperluas perspektif mahasiswa baru, dan menjadikan mahasiswa berani berargumen yang argumennya itu tidak dibunuh oleh otoritas? Atau sekedar euforia pada popularitas dan nama besar tamu yang hadir semata.
Oke. Kita lanjut terkait politik. Lalu, apakah politik menjadi hal tabu untuk mahasiswa, khususnya mahasiswa teknik?
Tidak!
Politik adalah ilmu, dia diakui dan memiliki prodi di UGM. Sah sebagai sesuatu yang dapat dan boleh dipelajari. Sama seperti hukum, ekonomi, filsafat, dan lainnya.
Kemudian, jika kita tarik ke belakang, sejarah berdirinya FT UGM merupakan keputusan yang terkait dengan kondisi politik. Mulai dari pemindahan STT Bandung ke Jogja, dan bergabungnya STT Jogja menjadi bagian dari UGM. Saat itu pun, Soekarno yang alumni sekolah teknik, juga merupakan politisi. Prof. Roosseno, sosok yang lekat dengan berdirinya STT Jogja juga pernah bergabung di partai politik, sebagai seorang politisi.
FT UGM juga terus melahirkan politisi. Beberapa sampai di posisi penting partai: ketum dan sekjen. Ini berarti politik atau pilihan menjadi politisi bagi alumni teknik, merupakan bagian peran yang harus diambil untuk turut membangun bangsa ini. Ilmu teknik akan mandeg jika tidak ditopang oleh dukungan kebijakan publik, dan ini erat dengan politik. Tentu saja, kebijakan yang diharapkan merupakan kebijakan yang ideal, bukan berdasar kepentingan politik elektoral semata.
Jadi, teknik dan politik sudah menyatu, saling mempengaruhi.
****
Anies bicara apa?
Ada beberapa hal menarik yang disampaikan Anies saat menjadi tamu talkshow Pionir Kesatria. Materi yang dibawakan tentu berbeda dari tiga edisi talkshow pada Pionir sebelumnya.
Anies menyatakan bahwa kampus adalah penyuplai orang berintegritas, bukan suplier koruptor. Kalimat ini sebenarnya umum, namun menjadi beda saat Anies yang menyampaikan. Anies punya sejarah, Anies menyampaikan sejarah penyusunan indeks integritas di Kemdikbud, yang saat itu disusun oleh tim di bawah koordinasi Prof. Nizam (mantan Dekan FT saat masih bertugas di Kemdikbud).
Masih saat membahas integritas, Anies sempat menyinggung nama Tom Lembong, yang pada saat yang sama, banyak dibicarakan kasus hukumnya, hingga kemudian mendapatkan pengampunan. Pada bagian ini, mahasiswa mendapatkan perspektif segar yang berbeda dengan tiga talkshow sebelumnya.
Anies juga menggaris bawahi, bahwa teknologi memberikan kemampuan teknis, namun kepekaan sosial memberikan arah untuk masa depan. Mahasiswa didorong untuk terlibat, tidak hanya menjadi tukang, namun juga memberikan arah.
Anies juga menyuguhkan rumus sukses bagi mahasiswa baru. Trust=competency+intimacy, namun harus diikuti dengan pengurangan self-interest.
Saat membahas self-interest, Anies menyebut bahayanya mendahulukan kepentingan pribadi dan keluarga. Pesan ini memang sensitif, karena dalam konteks bernegara dapat dikaitkan dengan polemik saat ini masih ada bahkan bisa dianggap belum selesai. Namun, sebagai sebuah pesan dan rumus, yang disampaikan Anies relevan untuk mahasiswa yang sedang membangun karakter dan prinsip hidup.
Saat sesi tanya jawab, ada mahasiswa yang bertanya tentang apatisme mahasiswa teknik terhadap politik. Anies memberikan jawaban yang mudah dicerna: membangun jembatan adalah kerja teknik, tetapi menentukan di mana jembatan dibangun adalah keputusan politik. Begitu pula, memutuskan lokasi ibu kota negara bukan sekadar urusan insinyur, melainkan kebijakan politik. Lagi-lagi, saat menyebut lokasi ibu kota, tentu dapat dikaitkan dengan polemik yang ada. Artinya, jangan apatis pada politik. Banyak hal disekitar ditentukan oleh keputusan politik.
Di sinilah Anies berhasil memancing mahasiswa baru untuk berfikir kritis. Jangan sampai alumnus teknik hanya menjadi tukang, dan pemburu proyek tanpa tahu substansi proyek tersebut.
****
Lalu?
Mahasiswa teknik perlu memahami dan mempelajari politik sejak dini—bukan untuk sekedar menjadi politisi, tetapi agar memahami dan mengambil peran pada keterkaitan antara ilmu teknik dan kebijakan publik yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Keterlibatan orang teknik dalam politik atau kepedulian mahasiswa teknik pada politik bukanlah hal tabu. Peran tersebut telah lama dilakukan dan terus harus dilakukan.
Hadirnya Anies, pada dasarnya sama dengan hadirnya Ganjar, Basuki, dan Budi Karya pada periode Pionir sebelumnya. Alumnus-alumnus terbaik yang diundang untuk hadir di depan mahasiswa baru. Semua tamu memiliki kekhasannya masing-masing.
Hadirnya Anies menjadi penyeimbang, dan bentuk keadilan dalam memilih tamu yang hadir. Hadirnya Anies merupakan keberpihakan. Bukan keberpihakan pada kepentingan politik Anies, melainkan keberpihakan pada kepentingan mahasiswa.
Semoga, dengan demikian kampus makin kuat menghadirkan mimbar akademik—ruang terbuka untuk ide, kritik, dan sikap kritis terhadap kondisi masyarakat dan juga kritis pada kekuasaan.
Sudah 10 tahun alumnus teknik menjadi pembantu alumnus kehutanan. Ayo, Bangkit!
*** selesai ***
Kalasan, sisi barat daya candi sambisari
10 Agustus 2025, bakda subuh
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih, komentar akan kami moderasi